Senin, 08 Februari 2016

Arti 86 Dalam Kepolisisan




Mungkin saya dan teman – teman semua bertanya – tanya setiap kali mendengar kata 86, yang sering di katakan oleh pihak kepolisian saat menggunakan handy talky. Sebenarnya dalam kepolisian, arti dari 86 adalah sudah diterima atau sudah dimengerti, dan sandi ini harus sudah di pahami oleh semua anggota kepolisian. Sumber lain menyebutkan bahwa 86 itu pasal di KUHP yang menyatakan bahwa perkara diselesaikan dengan membayar denda yang besarnya ditentukan oleh pengadilan.


Dalam bahasa plesetan, hal ini berkonotasi negative, yakni saling mengerti karena penanganan oleh seorang anggota polisi hendaknya di hargai dengan sebuah penghargaan dalam bentuk kemudahan atau pemberian sejumlah uang untuk melancarkan penanganan kasus.

Banyak warga masyarakat yang berurusan dengan aparat polisi karena kasus kejahatan, sudah pasti akan menghabiskan banyak uang. Tapi kita kerap juga mengalami terkena tindakan kejahatan seperti penipua dan pencurian. Maka istilah 86 juga berlaku, atau istilah lain sekadar untuk ATK (Alat Tulis Kantor). Istilah lainnya yang juga kerap di pakai adalah “Rembang Pati” yang disingkat RP artinya rupiah yang berarti lebih gampang dikatakan uang sogok atau pelican.

Jika tidak ada “Rempang Pati” kasus yang kita laporkan konon tidak akan ditindaklanjuti. Praktik ini di akui atau tidak, telah mewarnai citra kepolisian dalam melayani masyarakta dan proses penegakan hukum. Maka kerap masyarakat jika terjadi kejahatan yang menimpa mereka rata – rata sudah tidak mau melaporkan ke pihak kepolisian, karena mereka tahu pasti ujung ujungnya masyarakat harus menyerahkan sejumlah uang.
Polisi profesional adalah polisi yang tanpa kompromi atau tanpa pamrih dalam menegakkan hukum. Mereka tidak mau berkolaborasi dengan para pelanggar hukum. Tidak ada lagi istilah “86” saling mengerti atau tagkap lepas ooleh oknum anggota kepolisian karena sang penjahat memberi setoran uang. Hukum itu harus tegas, tanpa ada damai atau tawar – menawar dengan nilai uang. Oknum polisi yang berkolusi dengan para pelanggar hukum dengan memeras, menerima sogokan atau suap, berarti ia juga menjadi pelanggar hukum. Ia bukan lagi menjadi aparat penegak hukum.

Untuk itu stigmatisasi 86 dengan praktik tangkap peras dan lepas dan praktik kotor lainnya harus dikikis habis. Istilah 86 harus di luruskan kembali seperti art sebenarnya supaya tidak berkonotasi negative di tengah – tengah masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar